Kematian Alexander Agung
Pada tanggal 10 atau 11 Juni 323 SM, Aleksander meninggal di istana Nebukadnezar II, di Babilonia pada usia 32 tahun. Rincian mengenai kematian tersebut sedikit berbeda-beda. Catatan Plutarch menceritakan bahwa sekitar 14 hari sebelum kematiannya, Aleksander menjamu admiralnya, Nearkhos, dan menghabiskan malam serta hari berikutnya dengan minum-minum bersama Medios dari Larissa.
Aleksander lalu mengalami demam, yang semakin lama semakin parah, sampai-sampai dia tak dapat lagi berbicara. Para tentara menjadi sangat cemas ketika Aleksande hanya dapat mengabaikan tangannya pada mereka. Dua hari kemudian, Aleksander meninggal dunia. Sementara Diodoros menceritakan bahwa Aleksander menderita rasa sakit setelah meneggak semangkuk besar angur yang tidak dicampur untuk menghormati Herakles, dan wafat setelah mengalami semacam rasa sakit, yang juga disebutkan sebagai alternatif oleh Arrian, namun Plutarch secara khusus membantah klaim ini.
Mengingat aristokrasi Makedonia punya kecenderungan untuk melakukan pembunuhan, maka muncul dugaan bahwa Aleksander meninggal dunia akibat dibunuh. Diodoros, Plutarch, Arrian dan Yustinus semuanya menyebutkan teori bahwa Aleksander diracun. Plutarch menganggapnya sebagai pemalsuan, sedangkan Diodoros dan Arrian berkata bahwa mereka menyebutkannya hanya demi kelengkapan.
Meskipun demikian, catatan-catatan mereka cukup konsisten dalam menduga para tersangka di balik pembunuhan Aleksander, di antaranya adalah Antipatros, yang baru saja diberhentikan dari jabatannya sebagai raja muda Makedonia, dan tersangka lainnya anehnya adalah Olympias. Barangkali datang ke Babilonia untuk menanti hukuman mati, dan telah melihat nasib yang menimpa Parmenion dan Philotas,Antipatros pun menyusun rencana supaya Aleksander diracun oleh putranya Iollas, yang merupakan penuang anggur Aleksander. Bahkan ada dugaan bahwa Aristoteles terlibat dalam konspirasi tersebut.
Sebaliknya, argumen terkuat melawan teori racun adalah fakta bahwa ada dua belas hari antara awal sakitnya dan kematiannya; di dunia kuno, racun yang bereaksi lama seperti itu kemungkinan tidak tersedia. Akan tetapi pada tahun 2010, sebuah teori diajukan yang mengindikasikan bahwa keadaan kematian Aleksander sesuai dengan peracunan oleh air sungai Styx (Mavroneri) yang mengandung calicheamicin, suatu bahan berbahaya yang dihasilkan oleh bakteri yang ada di airnya.
Beberapa penyebab alami (penyakit) telah diajukan sebagai penyebab kematian Aleksander; malaria atau demam tifoid adalah kandidat yang jelas. Sebuah artikel tpada tahun 1998 dalam New England Journal of Medicine menyebutkan kematian Aleksander disebabkan oleh pelubangan usus dan kelumpuhan menaik, sedangkan analisis terkini lainnya mengajukan spondilitis pirogenis atau meningitis sebagai penyebabnya.
Penyakit lainnya dapat juga menjadi penyebabnya, termasuk pankreatitis akut atau Virus West Nile. Teori penyebab alami juga cenderung menekankan bahwa kesehatan Aleksander mungkin semakin menurun akibat suka minum-minum dan menderita luka-luka dalam perang (termasuk luka di India yang hampir merenggut nyawanya). Lebih jauh lagi, duka cita yang dirasakan oleh Aleksander setelah kematian Hephaestion mungkin ikut memperburuk kesehatannya.
Penyebab lainnya yang diduga mengakibatkan kematian Aleksander adalah overdosis obat-obatan yang mengandung hellebore, sejenis tanaman yang berbahaya jika dikonsumsi dalam dosis yang banyak
Pemakaman Alexander Agung
Jenazah Aleksander disimpan di sarkofagus antropoid daru emas, yang dimasukkan lagi ke dalam peti mati dari emas.[160] Berdasarkan Aelianus, seorang peramal bernama Aristandros meramalkan bahwa tanah tempat Aleksander diistirahatkan "akan bahagia dan tak tertaklukan selamanya". Yang lebih mungkin, para penerusnya barangkali menganggap kepemilikan atas jenazah Aleksander sebagai suatu lambang legitimasi (adalah hak khusus kerajaan untuk memakamkan raja sebelumnya).
Bagaimanapun, Ptolemaios mencuri iring-iringan pemakaman, dan membawanya ke Memphis. Penggantinya, Ptolemaios II Philadelphos, memindahkan sarkofagus ke Aleksandria. Sarkofagus itu berada di sana hingga setidaknya Zaman Kuno Akhir. Ptolemaios IX Lathyros, salah satu penerus Ptolemaios I, mengganti sarkofagus emas Aleksander dengan sarkofagus dari kaca. Sarkofagus emasnya dia lelehkan untuk kemudian dibuat menjadi uang koin.
Pompeius, Julius Caesar dan Augustus semuanya pernah mengunjungi makam Aleksander di Aleksandria. Augustus diduga mengganggu hidung jenazah Aleksander. Caligula dikatakan mengambil pelindung dada Aleksander dari makam untuk kepentingannya sendiri. Pada tahun 200 M, Kaisar Septimius Severus menutup makam Aleksander untuk umum. Putra dan penggantinya, Caracalla, adalah pengagum berat Aleksander. Dia pernah mengunjungi makam Aleksander pada masa pemerintahannya. Setelah itu, nasib makam tersebut menjadi tidak banyak diketahui.
Sarkofagus yang disebut "Sarkofagus Aleksander" ditemukan di dekat Sidon dan kini berada di Museum Arkeologi Istanbul. Sarkofagus itu dinamai begitu bukan karena di dalamnya ada jenazah Aleksander, tetapi karena di bagian luarnya terdapat relief yang menggambarkan Aleksander dan rekan-rekannya yang sedang berburu dan bertempur melawan pasukan Persia. Awalnya itu dikira sebagai sarkofagus Abdalonymos (meninggal 311 SM), raja Sidon yang diangkat oleh Aleksander segera setelah pertempuran Issus pada tahun 331. Namun, baru-baru ini diduga bahwa sarkofagus itu berasal dari masa yang lebih awal daripada kematian Abdolymos.
Wasiat Alexander Agung
Diodoros Sikolos menulis bahwa Aleksander telah memberi instruksi tertulis yang rinci kepada Krateros sebelum meninggal dunia. Meskipun Krateros sudah mulai melaksanakan beberapa perintah Aleksander, namun para penerusnya memilih untuk tidak melaksanakannya lebih lanjut, dengan alasan tidak praktis dan boros Meskipun demikian, kehendak Aleksander dibacakan kepada pasukannya oleh Perdikkas setelah kematian Aleksander. Wasiat itu menyuruh untuk melakukan ekspansi imiliter ke Mediterania barat dan selatan, membangun monumen, dan pencampuran penduduk Timur dan Barat. Isinya adalah:
Pada tanggal 10 atau 11 Juni 323 SM, Aleksander meninggal di istana Nebukadnezar II, di Babilonia pada usia 32 tahun. Rincian mengenai kematian tersebut sedikit berbeda-beda. Catatan Plutarch menceritakan bahwa sekitar 14 hari sebelum kematiannya, Aleksander menjamu admiralnya, Nearkhos, dan menghabiskan malam serta hari berikutnya dengan minum-minum bersama Medios dari Larissa.
Aleksander lalu mengalami demam, yang semakin lama semakin parah, sampai-sampai dia tak dapat lagi berbicara. Para tentara menjadi sangat cemas ketika Aleksande hanya dapat mengabaikan tangannya pada mereka. Dua hari kemudian, Aleksander meninggal dunia. Sementara Diodoros menceritakan bahwa Aleksander menderita rasa sakit setelah meneggak semangkuk besar angur yang tidak dicampur untuk menghormati Herakles, dan wafat setelah mengalami semacam rasa sakit, yang juga disebutkan sebagai alternatif oleh Arrian, namun Plutarch secara khusus membantah klaim ini.
Mengingat aristokrasi Makedonia punya kecenderungan untuk melakukan pembunuhan, maka muncul dugaan bahwa Aleksander meninggal dunia akibat dibunuh. Diodoros, Plutarch, Arrian dan Yustinus semuanya menyebutkan teori bahwa Aleksander diracun. Plutarch menganggapnya sebagai pemalsuan, sedangkan Diodoros dan Arrian berkata bahwa mereka menyebutkannya hanya demi kelengkapan.
Meskipun demikian, catatan-catatan mereka cukup konsisten dalam menduga para tersangka di balik pembunuhan Aleksander, di antaranya adalah Antipatros, yang baru saja diberhentikan dari jabatannya sebagai raja muda Makedonia, dan tersangka lainnya anehnya adalah Olympias. Barangkali datang ke Babilonia untuk menanti hukuman mati, dan telah melihat nasib yang menimpa Parmenion dan Philotas,Antipatros pun menyusun rencana supaya Aleksander diracun oleh putranya Iollas, yang merupakan penuang anggur Aleksander. Bahkan ada dugaan bahwa Aristoteles terlibat dalam konspirasi tersebut.
Sebaliknya, argumen terkuat melawan teori racun adalah fakta bahwa ada dua belas hari antara awal sakitnya dan kematiannya; di dunia kuno, racun yang bereaksi lama seperti itu kemungkinan tidak tersedia. Akan tetapi pada tahun 2010, sebuah teori diajukan yang mengindikasikan bahwa keadaan kematian Aleksander sesuai dengan peracunan oleh air sungai Styx (Mavroneri) yang mengandung calicheamicin, suatu bahan berbahaya yang dihasilkan oleh bakteri yang ada di airnya.
Beberapa penyebab alami (penyakit) telah diajukan sebagai penyebab kematian Aleksander; malaria atau demam tifoid adalah kandidat yang jelas. Sebuah artikel tpada tahun 1998 dalam New England Journal of Medicine menyebutkan kematian Aleksander disebabkan oleh pelubangan usus dan kelumpuhan menaik, sedangkan analisis terkini lainnya mengajukan spondilitis pirogenis atau meningitis sebagai penyebabnya.
Penyakit lainnya dapat juga menjadi penyebabnya, termasuk pankreatitis akut atau Virus West Nile. Teori penyebab alami juga cenderung menekankan bahwa kesehatan Aleksander mungkin semakin menurun akibat suka minum-minum dan menderita luka-luka dalam perang (termasuk luka di India yang hampir merenggut nyawanya). Lebih jauh lagi, duka cita yang dirasakan oleh Aleksander setelah kematian Hephaestion mungkin ikut memperburuk kesehatannya.
Penyebab lainnya yang diduga mengakibatkan kematian Aleksander adalah overdosis obat-obatan yang mengandung hellebore, sejenis tanaman yang berbahaya jika dikonsumsi dalam dosis yang banyak
Pemakaman Alexander Agung
Jenazah Aleksander disimpan di sarkofagus antropoid daru emas, yang dimasukkan lagi ke dalam peti mati dari emas.[160] Berdasarkan Aelianus, seorang peramal bernama Aristandros meramalkan bahwa tanah tempat Aleksander diistirahatkan "akan bahagia dan tak tertaklukan selamanya". Yang lebih mungkin, para penerusnya barangkali menganggap kepemilikan atas jenazah Aleksander sebagai suatu lambang legitimasi (adalah hak khusus kerajaan untuk memakamkan raja sebelumnya).
Bagaimanapun, Ptolemaios mencuri iring-iringan pemakaman, dan membawanya ke Memphis. Penggantinya, Ptolemaios II Philadelphos, memindahkan sarkofagus ke Aleksandria. Sarkofagus itu berada di sana hingga setidaknya Zaman Kuno Akhir. Ptolemaios IX Lathyros, salah satu penerus Ptolemaios I, mengganti sarkofagus emas Aleksander dengan sarkofagus dari kaca. Sarkofagus emasnya dia lelehkan untuk kemudian dibuat menjadi uang koin.
Pompeius, Julius Caesar dan Augustus semuanya pernah mengunjungi makam Aleksander di Aleksandria. Augustus diduga mengganggu hidung jenazah Aleksander. Caligula dikatakan mengambil pelindung dada Aleksander dari makam untuk kepentingannya sendiri. Pada tahun 200 M, Kaisar Septimius Severus menutup makam Aleksander untuk umum. Putra dan penggantinya, Caracalla, adalah pengagum berat Aleksander. Dia pernah mengunjungi makam Aleksander pada masa pemerintahannya. Setelah itu, nasib makam tersebut menjadi tidak banyak diketahui.
Sarkofagus yang disebut "Sarkofagus Aleksander" ditemukan di dekat Sidon dan kini berada di Museum Arkeologi Istanbul. Sarkofagus itu dinamai begitu bukan karena di dalamnya ada jenazah Aleksander, tetapi karena di bagian luarnya terdapat relief yang menggambarkan Aleksander dan rekan-rekannya yang sedang berburu dan bertempur melawan pasukan Persia. Awalnya itu dikira sebagai sarkofagus Abdalonymos (meninggal 311 SM), raja Sidon yang diangkat oleh Aleksander segera setelah pertempuran Issus pada tahun 331. Namun, baru-baru ini diduga bahwa sarkofagus itu berasal dari masa yang lebih awal daripada kematian Abdolymos.
Wasiat Alexander Agung
Diodoros Sikolos menulis bahwa Aleksander telah memberi instruksi tertulis yang rinci kepada Krateros sebelum meninggal dunia. Meskipun Krateros sudah mulai melaksanakan beberapa perintah Aleksander, namun para penerusnya memilih untuk tidak melaksanakannya lebih lanjut, dengan alasan tidak praktis dan boros Meskipun demikian, kehendak Aleksander dibacakan kepada pasukannya oleh Perdikkas setelah kematian Aleksander. Wasiat itu menyuruh untuk melakukan ekspansi imiliter ke Mediterania barat dan selatan, membangun monumen, dan pencampuran penduduk Timur dan Barat. Isinya adalah:
- Membangun makam monumental untuk ayahnya Filipus, "untuk menyamai piramida terbesar di Mesir"
- Mendirikan kuil di Delos, Delphi, Dodona, Dium, Amphipolis, Kirnos, dan sebuah kuil monumental untuk dewi Athena di Troya.
- Menaklukan Jazirah Arab dan seluruh Mediterania
- Berlayar mengelilingi Afrika
- Mendirikan kota-kota dan "mengirim penduduk dari Asia ke Eropa dan sebaliknya dari Eropa ke Asia, dengan tujuan menyatukan dua benua itu dan persahabatan dengan cara pernikahan antar bangsa dan ikatan keluarga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar